https://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/issue/feedSains Medisina2025-11-02T04:54:40+00:00apt. Rina Saputri, M.Farmsainsmedisina@wpcpublisher.comOpen Journal Systems<p><strong>SAINS MEDISINA<br />Ketua Editor: </strong>apt. Rina Saputri, M.Farm<br /><strong>ISSN </strong><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20221112041071038" target="_blank" rel="noopener">2964-1853</a> (online)<br /><strong>Terbit</strong> setiap bulan Februari, April, Juni, Agustus, Oktober, dan Desember</p> <p><strong>Sains Medisina</strong> merupakan media publikasi penelitian orisinil dan <em>review article</em> di bidang ilmu farmasi, biomedik, dan ilmu kesehatan. </p>https://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/article/view/829Kajian Profil Senyawa Flavonoid, Fenolik, Alkaloid Dan Terpenoid Pada Genus Ceriops2025-09-16T05:10:01+00:00Wisdayantiwisdawisdayanti7@gmail.comRosnidar SumardiWisdawisdayanti7@gmail.com<p>Komunitas mangrove Indonesia tercatat sebagai yang terluas dan memiliki keanekaraman jenis yang tertinggi di dunia. Jenis pohon mangrove yang umum dijumpai, salah satunya yaitu <em>Ceriops. </em>Hal ini merupakan suatu tantangan untuk melibatkan diri dalam penelitian mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dari tumbuh-tumbuhan tersebut. Senyawa yang paling banyak dilaporkan memiliki peran dan banyak dimanfaatkan untuk bidang obat-obatan adalah metabolit sekunder. Contoh dari metabolit sekunder yang paling sering dimanfaat dan dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis yaitu fenolik, flavonoid, terpenoid dan alkaloid. Genus <em>Ceriops</em> dilaporkan memiliki senyawa metabolit sekunder dengan berbagai efek bioaktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder pada genus <em>Ceriops</em>. Metode yang digunakan dalam bentuk studi literatur dengan rentang tahun publikasi mulai 2010 – 2025. Hasil kajian menunjukkan bahwa flavonol merupakan jenis flavonoid yang dominan, fenolik yang sering ditemukan adalah phenylpropenes dan antraquinon, alkaloid yang banyak dijumpai ialah alkaloid indol, sedangkan terpenoid yang mendominasi adalah golongan diterpen dan triterpen. Tujuan tulisan ini untuk meninjau jenis flavanoid, terpenoid dan alkaloid yang ada pada beberapa tanaman Genus <em>Ceriops </em>sehingga memberikan komprehensif pandangan dalam pengembangan dan penemuan obat baru.</p>2025-10-03T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Wisdayanti, Rosnidar Sumardihttps://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/article/view/807Perbandingan Profil Disolusi Captopril, Metformin, Dan Kombinasnya Menggunakan Metode Disolusi Dalam Media Buffer Fosfat PH 6,82025-08-08T09:54:10+00:00Rina Saputriapt.rinasaputri@gmail.comRisyda Komaliyaapt.rinasaputri@gmail.comSaftia Aryzkiapt.rinasaputri@gmail.comAni Agustinaapt.rinasaputri@gmail.comMariatul Qibtiyahapt.rinasaputri@gmail.comMei Eklesia Maharatinieklesiamei8@gmail.comMei Hennoapt.rinasaputri@gmail.comNurul Zhafirahapt.rinasaputri@gmail.com<p>Obat generik seringkali dianggap memiliki mutu lebih rendah dibandingkan obat bermerek, padahal peranannya sangat penting dalam mendukung akses masyarakat terhadap pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan profil disolusi tablet captopril, metformin, serta kombinasinya dalam media buffer fosfat pH 6,8. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan enam jenis tablet, yaitu dua sampel captopril, dua sampel metformin, dan dua kombinasi keduanya. Uji disolusi dilakukan selama 450 menit, kemudian absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang masing-masing. Hasil menunjukkan bahwa captopril memiliki profil disolusi yang fluktuatif, metformin menunjukkan pelepasan zat aktif yang lebih stabil, sementara kombinasi captopril-metformin menampilkan profil disolusi kompleks dengan peningkatan cepat dan penurunan absorbansi pada waktu tertentu. Variasi ini disebabkan oleh perbedaan formulasi, sifat fisikokimia zat aktif, serta kemungkinan interaksi antar bahan aktif dalam kombinasi. Simpulan dari penelitian ini menunjukkan pentingnya evaluasi biofarmasetika dalam pengembangan obat kombinasi guna memastikan mutu farmasetik dan bioavailabilitas yang optimal.</p>2025-10-03T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Rina Saputri, Risyda Komaliya, Saftia Aryzki, Ani Agustina, Mariatul Qibtiyah, Mei Eklesia Maharatini, Mei Henno, Nurul Zhafirahhttps://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/article/view/709Analisis Kadar Klorida Air Sumur RT 01 Sungai Pinang Kecamatan Sungai Tabuk Provinsi Kalimantan Selatan dengan Metode Titrasi Argentometri2025-05-27T01:33:11+00:00Febby Yulia Hastikafebbyhastika@gmail.comMuhammad Fadhil Ihsanfebbyhastika@gmail.comNadiyannadiya240@gmail.comDesy Triantyfebbyhastika@gmail.comAngnes Angreinifebbyhastika@gmail.comMaria Amelinda Taniafebbyhastika@gmail.com<p>Klorida adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air, karena konsentrasi klorida yang tinggi dapat memengaruhi rasa dan berimplikasi pada penggunaan rumah tangga dan infrastruktur pasokan air. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar klorida air sumur RT 01 Sungai Pinang Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan dengan menggunakan metode titrasi argentometri, serta untuk menilai kualitas air berdasarkan hasil analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar rata-rata klorida air sumur RT 01 Sungai Pinang Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan adalah 114,6 mg/L, dengan variabilitas sedang dalam kadar klorida di antara sumur yang diambil sampelnya. Kadar klorida air sumur RT 01 Sungai Pinang Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan relatif tinggi, namun masih sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, kadar klorida maksimal yaitu sebesar 250 mg/L untuk air minum dan sebesar 600 mg/L untuk air bersih sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengelolaan kualitas air untuk memastikan bahwa air yang digunakan oleh masyarakat aman dan sehat.</p>2025-10-07T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Febby Yulia Hastika, Muhammad Fadhil Ihsan, Nadiya, Desy Trianty, Angnes Angreini, Maria Amelinda Taniahttps://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/article/view/843Tingkat Pengetahuan Perawatan Tali Pusat Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Takisung2025-11-01T20:27:14+00:00Meina Azmalia Putrimeinaazmaliaputri@gmail.comIka Friscillameinaazmaliaputri@gmail.comMeldawatimeinaazmaliaputri@gmail.comNovita Dewi Iswandarimeinaazmaliaputri@gmail.com<p>Kurangnya pengetahuan ibu tentang cara merawat tali pusat setelah melahirkan biasanya dapat memicu terjadinya infeksi. Kesalahan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya kepercayaan, kurangnya informasi, serta kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Tujuan Mengetahui tingkat pengetahuan ibu <em>post partum</em> tentang perawatan tali pusat pada bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas Takisung, mengidentifikasi karakteristik ibu meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan paritas di wilayah kerja Puskesmas Takisung dan mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu <em>post partum</em> tentang perawatan tali pusat. Penelitian menggunakan observasional analitik dengan desain <em>cross</em> <em>sectional.</em> Sampel penelitian sebanyak 47 ibu <em>post partum</em> di Wilayah kerja Puskesmas Takisung. Analisis menggunakan bivariat dan univariat. Hasil Penelitian menunjukkan dari 47 respoden sebagian besar ibu <em>post partum</em> memiliki usai di antara 20 -30 tahun sebanyak 61,70%, memiliki pendidikan rendah sebesar 42,55%, tidak bekerja sebanyak 68,09% dan berada pada multipara sebanyak 55,32. Tingkat pengetahuan ibu <em>post partum</em> tentang perawatan tali pusat di wilayah kerja Puskesmas Takisung cukup baik yaitu 18 responden dengan 38,30%). Tingkat pengetahuan dalam perawatan tali pusat oleh Ibu <em>Post Partum</em> berada pada cukup baik hal ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan, faktor usia, faktor pekerjaan dan faktor paritas.</p>2025-11-01T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Meina Azmalia Putri, Ika Friscilla, Meldawati, Novita Dewi Iswandarihttps://wpcpublisher.com/jurnal/index.php/sainsmedisina/article/view/723Analisis Faktor Penyebab Baby Blues Syndrom Pada Ibu Postpartum Di Wilayah Kerja Puskesmas Mekarpura2025-11-02T04:54:40+00:00Ria Erawatiriaaerawati@gmail.comIka Friscillariaaerawati@gmail.comNovalriaaerawati@gmail.comNovalia Widya Ningrumriaaerawati@gmail.com<p>Berdasarkan studi pendahuluan di wilayah Puskesmas Mekarpura, didapatkan hasil bahwa sebagian besar ibu postpartum mengalami Baby Blues Syndrome. Jika dibiarkan, hal ini dapat menyebabkan depresi pada ibu postpartum. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor pendidikan, paritas, pekerjaan, dan dukungan suami yang berkontribusi terhadap risiko tinggi terjadinya baby blues pada ibu postpartum. Tujuannya adalah untuk menganalisis faktor penyebab Baby Blues Syndrome pada ibu postpartum di wilayah kerja Puskesmas Mekarpura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 34 ibu postpartum. Ibu berpendidikan dasar sebanyak 23,5%, menengah 52,9%, dan tinggi 23,5%. Responden yang bekerja sebanyak 35,3% dan yang tidak bekerja sebanyak 64,7%. Untuk paritas, ibu primipara sebanyak 50%, multipara 44,1%, dan grande multipara 5,9%. Sedangkan responden yang mendapatkan dukungan suami sebanyak 44,1% dan yang tidak mendapatkan dukungan suami sebanyak 55,9%. Dari total 34 responden, diperoleh hasil bahwa sebanyak 20 (58,8%) ibu mengalami Baby Blues Syndrome dan 14 (41,2%) tidak berisiko mengalami Baby Blues Syndrome. Faktor yang berhubungan dengan kejadian Baby Blues Syndrome adalah faktor pendidikan dan dukungan suami, sedangkan tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor pekerjaan dan paritas dengan kejadian Baby Blues Syndrome pada ibu postpartum di wilayah kerja Puskesmas Mekarpura.</p>2025-11-02T00:00:00+00:00Hak Cipta (c) 2025 Ria Erawati, Ika Friscilla, Noval, Novalia Widya Ningrum